Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa angka kejadian asma terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Penyakit asma terbanyak terjadi pada anak dan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Penderita asma akan mengalami gangguan pada organ tubuh lainnya. Disamping itu banyak dilaporkan permasalahan kesehatan lain yang berkaitan dengan asma tetapi kasusnya belum banyak terungkap. Kasus tersebut tampaknya sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan anak, tetapi masih perlu penelitian lebih jauh. Dalam tatalaksana asma anak tidak optimal, baik dalam diagnosis, penanganan dan pencegahannya. Banyak kasus asma pada anak tidak terdiagnosis dini, karena yang menonjol adalah gejala batuknya, bisa dengan atau tanpa wheezing (mengi).

Menurut dr. Nastiti Kaswandani, Sp.SK, yang dikutip dari majalah Dokter Kita (edisi 8 thn 2012), bahwa asma adalah penyakit inflamasi kronik yang menyerang saluran pernapasan, dengan gejala utama batuk berulang, sesak napas, wheezing. Diagnosis asma pada anak usia lebih dari 5 tahun lebih mudah ditegakkan dibanding pada bayi dan balita. Ada dua hal yang menyebabkan asma sulit ditegakkan pada bayi dan balita, yaitu;

  1. Daya tahan tubuh bayi dan balita masih rendah sehingga lebih rentan terhadap infeksi virus. Padahal pada usia ini, infeksi virus seringkali menyebabkan anak sakit dengan gejala yang mirip asma, seperti sesak dan batuk. Sementara pada anak usia di atas 5 tahun, daya tahan tubuhnya sudah mulai baik sehingga kejadian infeksi virus lebih sedikit.
  2. Pemeriksaan spirometri yang sulit dilakukan pada bayi dan balita. Sebab pemeriksaan ini memerlukan kerjasama antara penguji dengan pasien, karena kevalidannya tergantung dari kepatuhan pasien pada perintah penguji, saat menarik napas panjang dan mengeluarkannya. Tentu saja hal ini sangat sulit dilakukan pada anak bayi dan balita, sebab dianggap tidak memahami perintah yang diberikan.

Dengan demikian hal yang sangat membantu dalam penegakkan diagnose pada bayi dan balita adalah keterbukaan akan adanya riwayat alergi keluarga, sebab asma adalah penyakit yang diturunkan. Kemungkinann anak mengalami asma 50% pada anak dengan kedua orang tua menderita asma. Disamping itu mengenali faktor pencetus asma pada anak juga sangat membantu, dapat berupa aero allergen, makanan, stress ataupun faktor lainnya.

 

GEJALA ASMA DAN MANIFESTASI KLINIS LAIN YANG MENYERTAI

Definisi asma adalah batuk dan atau wheezing (mengi) timbul secara episodik, kronik (lebih 14 hari), cenderung malam hari, musiman, adanya faktor pencetus seperti aktifitas fisik yang bersifat membaik secara spontan atau dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma pada keluarga dan penyakit lainnya sudah bisa disingkirkan.

Asma adalah penyakit pada pipa saluran nafas di paru. Pipa saluran nafas bercabang semakin kecil seperti pohon, menghubungkan rongga hidung & mulut dengan kantung udara. Pipa saluran napas penderita asma  sering mengalami gangguan berupa  radang kronik dengan lendir/dahak yang berlebihan, pengkerutan saluran napas, penebalan otot pipa saluran napas. Gejala Asma  diantaranya adalah batuk, sesak dengan bunyi mengi, sukar bernapas dan rasa berat di dada, lendir atau dahak berlebihan, sukar keluar dan sering batuk kecil atau berdehem. Batuk biasanya berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca sejuk. Pernafasan berbunyi (wheezing), sesak napas, merasakan dada sempit. Asma pada anak tidak harus sesak atau mengi. Batuk malam hari yang lama dan berulang pada anak harus dicurigai adanya asma pada anak. Ciri lainnya adalah batuk saat aktifitas (berlari, menangis atau tertawa).

Kriteria berat ringannya penyakit astma ditentukan berdasarkan tipe dalam kebutuhan terhadap terapi atau obat-obatan.  Kriteria menurut GINA  (Global Initiative for Asthma)  :

Tabel. Kriteria asma pada anak

Gejala/ hari

Gejala/malam

PEF %

Jarang (Intermittent)

Kurang dari  1/ minggu

Kurang dari 2/ bulan

80% atau lebih

Ringan (Mild Persistent)

Lebih dari 1 kali/minggu tidak tiap hari

Lebih dari 2/ bulan

80% atau lebih

Sedang (Moderately Persistent)

Setiap hari timbul saat aktifitas

Lebih dari 1/ minggu

60% – 80%

Berat (Severe Persistent)

Berlanjut dengan aktifitas terbatas

Sering

Di bawah  60%

Asma adalah salah satu manifestasi gangguan alergi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran). Reaksi alergi yang dapat mengganggu beberapa sistem dan organ tubuh anak dapat menyertai penderita asma. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh , bisa terpengaruh bisa melemah. Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan batuk atau asma, pada kulit terjadi eksim, pada hidung terjadi pilek. Tak terkecuali otak pun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah otak, sehingga dapat mengganggu perilaku. 

 Manifestasi alergi lain  yang dapat menyertai pada penderita asma :

  • Sering pilek,  sinusitis,  bersin, mimisan.  tonsilitis (amandel), sesak, suara serak.
  • Pembesaran kelenjar di leher dan kepala belakang bawah.
  • Sering lebam kebiruan pada kaki atau tangan seperti bekas terbentur.
  • Kulit timbul bisul, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti tergigit nyamuk. Sering menggosok mata, hidung atau telinga, kotoran telinga berlebihan.
  • Nyeri otot & tulang berulang malam hari.
  • Sering kencing, atau bed wetting (ngompol)
  • Gangguan saluran cerna :  Gastroesofageal refluk, sering muntah, nyeri perut,  sariawan, lidah sering putih atau kotor, nyeri gusi atau gigi, mulut berbau, air liur berlebihan dan bibir kering.
  • Sering buang air besar (> 2 kali/hari), sulit buang air besar (obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang angin.
  • Kepala, telapak kaki/tangan sering teraba hangat atau dingin. Sering berkeringat (berlebihan)
  • Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata, mata sering berkedip,
  • Gangguan hormonal : tumbuh rambut berlebihan di kaki dan tangan, keputihan.
  • Sering sakit kepala, migrain.

Beberapa peneliti lain menunjukkan adanya hubungan antara penyakit alergi dengan gangguan kepribadian seperti sifat pemalu dan sifat agresif. Pada tes kepribadian dapat terlihat bahwa pasien-pasien alergi lebih bersifat mengutamakan tindakan fisik, lebih sulit menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial, dan mempunyai mekanisme defensif yang kurang baik. Jumlah serangan alergi yang dilaporkan oleh pasien ternyata berhubungan dengan meningkatnya kecemasan, depresi, kesulitan berkonsentrasi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Reichenberg K, melaporkan dalam penelitiannya bahwa penderita asma di usia sekolah lebih sering didapatkan perilaku sosial yang negatif seperti mengganggu, berkelahi atau melukai teman lainnya.  Juga didapatkan perilaku pemalu dan mudah cemas.

Alergi dengan berbagai mekanisme yang berkaitan dengan gangguan neuroanatomi tubuh dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis seperti sakit kepala, migrain, vertigo, kehilangan sesaat memori (lupa). Beberapa penelitian  menunjukkan hal tersebut, misalnya Krotzky tahun 1992 mengatakan migraine, vertigo dan sakit kepala dapat disebabkan karena makanan alergi atau kimiawi lainnya. Strel’bitskaia tahun 1974 mengemukakan bahwa pada penderita asma didapat gangguan aktifitas listrik di otak, meskipun saat itu belum bisa dilaporkan kaitannya dengan manifestasi klinik.

Reaksi alergi dengan berbagai manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat mengganggu neuroanatomi fungsional, selanjutnya akan mengganggu perkembangan dan perilaku pada anak. Beberapa gangguan perilaku yang pernah dilaporkan pada penderita alergi juga pernah dilaporkan pada penderita asma.